UNDANG – UNDANG INFORMASI & TRANSAKSI ELEKTRONIK

Diposting oleh Dhamar Arif Rahman | Label: | Posted On Rabu, 21 Mei 2014 at 08.31

UNDANG – UNDANG INFORMASI & TRANSAKSI ELEKTRONIK
Dewasa ini , kegiatan eknomi sudah mulai menggunakan media elektronik . kalau dulu kita bertransaksi dengan dating ke pasar , atau tokonya langsung, maka sekarang kita sudah bisa berbelanja dengan menggunakan e payment, maka dari itu pemerintah merasa perlu membuat sebuah undang undang yang dapat mengatur segala jenis transaksi elektronik, agar tidak ada oknum yang melakukan tindak kejahatan. Semua hal mengenai transaksi elektronik di atur didalam undang undang ITE , lalu apa sebenarnya UU ITE tersebut ? UU ITE adalah adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia. Sementara itu pengertian UU ITE didalam undang undang adalah Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
·         Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
·         Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
·         Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
·         Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
·         Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.
·         Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih, yang bersifat tertutup ataupun terbuka.
·         Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang diselenggarakan oleh Orang.
·         Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
·         Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
·         Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh profesional yang diakui, disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.
·         Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
·         Penanda Tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan Tanda Tangan Elektronik.
·         Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.
·         Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.
·         Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di antaranya, yang merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik lainnya.
·         Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.
·         Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
·         Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dari Pengirim.
·         Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu dalam internet.
·         Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum.
·         Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.
·         Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.




ANALISIS

Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik terdiri dari undang undang yang mengatur beberapa hal yaitu :

Pengaturan mengenai informasi dan transaksi elektronik

Disini dikatakan bahwa :

Pasal 17

(1) Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun privat.
(2) Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi berlangsung.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 18
(1) Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para pihak.
(2) Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.
(3) Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.
(4) Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.
(5) Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.

Pasal 19
Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik harus menggunakan Sistem Elektronik yang disepakati.

Pasal 20
(1) Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima.
(2) Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.

Pasal 21
(1) Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik.
(2) Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut: a. jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi; b. jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau c. jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
(3) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.
(4) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.

Pasal 22
(1) Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada Agen Elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen Elektronik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.






Pengaturan mengenai perbuatan yang dilarang

Disini dikatakan bahwa

Pasal 5
(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
 (2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
(3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang- Undang ini.
 (4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis
b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.

Pasal 6
Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.

Pasal 7
Setiap Orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak Orang lain berdasarkan adanya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik harus memastikan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ada padanya berasal dari Sistem Elektronik yang memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Perundang- undangan.

Pasal 8
(1) Kecuali diperjanjikan lain, waktu pengiriman suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik telah dikirim dengan alamat yang benar oleh Pengirim ke suatu Sistem Elektronik yang ditunjuk atau dipergunakan Penerima dan telah memasuki Sistem Elektronik yang berada di luar kendali Pengirim.
(2) Kecuali diperjanjikan lain, waktu penerimaan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak.
(3) Dalam hal Penerima telah menunjuk suatu Sistem Elektronik tertentu untuk menerima Informasi Elektronik, penerimaan terjadi pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik yang ditunjuk.






(4) Dalam hal terdapat dua atau lebih sistem informasi yang digunakan dalam pengiriman atau penerimaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, maka:
 a. waktu pengiriman adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem informasi pertama yang berada di luar kendali Pengirim;
b. waktu penerimaan adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem informasi terakhir yang berada di bawah kendali Penerima.



Pasal 9
Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan.

Pasal 10
(1) Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.
(2) Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi Keandalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11
(1) Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;
b. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;
c. segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
d. segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;
e. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya;
f. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 12
(1) Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban memberikan pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya.
(2) Pengamanan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang- kurangnya meliputi:
a. sistem tidak dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak;
b. Penanda Tangan harus menerapkan prinsip kehati-hatian untuk menghindari penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan Elektronik;




c. Penanda Tangan harus tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang dianjurkan oleh penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun cara lain yang layak dan sepatutnya harus segera memberitahukan kepada seseorang yang oleh Penanda Tangan dianggap memercayai Tanda Tangan Elektronik atau kepada pihak pendukung layanan Tanda Tangan Elektronik jika:
1. Penanda Tangan mengetahui bahwa data pembuatan Tanda Tangan Elektronik telah dibobol; atau
2. keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko yang berarti, kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan Tanda Tangan Elektronik

d. dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda Tangan Elektronik, Penanda Tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua informasi  yang terkait dengan Sertifikat Elektronik tersebut.
(3) Setiap Orang yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum yang timbul.

Tujuan dari undang undang ini adalah :

1.       Mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
2.       Mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
3.       Meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik; 
4.       Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab;
5.       Memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.

UNDANG – UNDANG NOMOR 19 TENTANG HAK CIPTA

   UU NO. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
1.      Pengertian UU NO. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

KETENTUAN UMUM

Pasal 1 , ayat 8 :

Program Komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.

LINGKUP HAK CIPTA

Pasal 2, ayat 2 :

Pencipta atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.

Pasal 12, ayat 1 :

Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:

a. buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;

Pasal 15 :

Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:

a. Penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;

b. Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;

c. Pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.

MASA BERLAKU HAK CIPTA

Pasal 30:

(1) Hak Cipta atas Ciptaan:

a. Program Komputer;

b. sinematografi;

c. fotografi;

d. database; dan

e. karya hasil pengalihwujudan,

berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.

Ciptaan yang dapat dilindungi

Ciptaan yang dilindungi hak cipta di Indonesia dapat mencakup misalnya buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan,ceramah, kuliah, pidato, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama,drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, pantomim, seni rupa dalam segala bentuk (seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan), arsitektur, peta, seni batik (dan karya tradisional lainnya seperti seni songket dan seni ikat), fotografi, sinematografi, dan tidak termasuk desain industri (yang dilindungi sebagai kekayaan intelektual tersendiri). Ciptaan hasil pengalihwujudan seperti terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai (misalnya buku yang berisi kumpulan karya tulis, himpunan lagu yang direkam dalam satu media, serta komposisi berbagai karya tari pilihan), dan database dilindungi sebagai ciptaan tersendiri tanpa mengurangi hak cipta atas ciptaan asli (UU 19/2002 pasal 12).

Analisis Tentang UU NO. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
UU No.10 Tahun 2002 ini adalah undang- undang yang mengatur mengenai hak cipta. UU ini berisi ketentuan hak cipta, ruang lingkup, masa berlaku hak cipta. UU ini sangat berguna untuk mematenkan hak cipta orang agar tidak di palsukan atau ditiru. Mengingat Indonesia adalah salah satu Negara yang paling banyak memalsukan karya seseorang. Namun dalam prakteknya UU ini kurang di maksimalkan oleh petugas terkait , untuk dapat menghukum pelanggar HAKI.






Contoh Kasus Analisis Tentang UU NO. 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

Pelanggaran Hak Cipta atas Musik dan Lagu yang Dituangkan dalam Bentuk VCD/DVD
 Lokasi perdagangan VCD/DVD/CD bajakan yang sangat populer di Mangga Dua. Daerah tersebut merupakan kawasan yang sangat strategis, karena terletak di salah satu pusat bisnis DKI Jakarta, yakni berada di sebelah Utara Jakarta.
Para pedagang VCD/DVD/CD bajakan ini latar belakang pendidikannya rata-rata berpendidikan sekolah dasar hingga sekolah menengah umum. Dari segi latar belakang sosial ekonominya mereka dapat dikategorikan sebagai masyarakat bawah. Pedagang VCD/DVD/CD bajakan sendiri sebagian besar berasal dari lingkungan sekitar dan selebihnya berasal dari luar daerah mangga dua.
Para pedagang VCD/DVD/CD bajakan rata-rata telah melakukan perdagangan di Mangga Dua lebih dari 3 (tiga) tahun. Lama waktu perdagangan VCD/DVD/CD bajakan di lingkungan ini biasanya dimulai dari pukul 09.30 berakhir pukul 17.00. Waktu biasanya dibagi menjadi satu atau dua shift. Sementara itu, yang menjaga kios sebagian besar mereka bukan dari pemilik kios tersebut.
VCD dan DVD bajakan yang dipedagangkan itu meliputi VCD yang berisi musik dan lagu dan DVD yang berisi film dan DVD kosong. Transaksi perdagangan VCD dijual sebesar rata-rata sebesar Rp. 3.000,-/keping, DVD dijual sebesar Rp. 7.000,-/keping, sedangkan CD dijual sebesar Rp. 4.000,-/keping.
Adapun VCD, DVD dan CD yang bermuatan musik dan lagu serta film tidak saja musik, lagu dan film yang berasal dari dalam negeri, tetapi ada juga yang berasal dari luar negeri. Contoh VCD musik dan lagu yang berasal dari luar negeri seperti Florida dan Akon yang berasal dari negeri Paman Sam, sedangkan untuk DVD seperti Film yang berjudul The Man of Steel. Untuk VCD musik dan lagu yang berasal dari dalam negeri seperti musik dan lagu milik Peterpan, Ada Band dan sebagainya, untuk filmnya yang dimuat dalam bentuk DVD seperti, film Perahu Kertas, Laskar Pelangi dan lain sebagainya, sedangkan musik dan lagu yang dibajak dalam bentuk CD seperti musik dan lagu, Slank, Gigi, Melly Goeslow, Dewa dan banyak lagi yang lainnya.
Biasanya perdagangan VCD/DVD/CD bajakan yang paling laku didominasi oleh VCD/DVD/CD bajakan yang isinya merupakan hal terbaru. Pedagang VCD, DVD dan CD bajakan setiap kiosnya memperdagangkan kurang lebih 1.000 keping VCD, DVD dan CD, sementara itu di daerah mangga dua kira-kira ada lebih dari 350-an kios yang melakukan perdagangan VCD/DVD/CD bajakan. Dari jumlah tersebut ada yang sifatnya kios permanen dan temporer. Perlu diketahui bahwa disekitar pedagang VCD/DVD/CD bajakan ini terdapat juga kios permanen yang memperdagangkan VCD/DVD/CD legal.
Dalam transaksi perdagangan VCD/DVD/CD bajakan ini diketemukan ada banyak pihak yang terlibat. Pihak-pihak disini tidak hanya antara pedagang dengan pembeli/konsumen, tetapi ada pihak-pihak lainnya, yakni; supplier, keamanan, polisi dan petugas retribusi dan tukang parkir.
Dari praktek perdagangan VCD/DVD bajakan, maka sangat jelas bahwa praktek perdagangan VCD/DVD bajakan merupakan suatu tindakan pelanggaran hukum hak cipta. Pelanggaran hukum hak cipta ini dapat menimbulkan kerugian yang sangat luas. Pelanggaran hak cipta bukan hanya merugikan “economic rights” dari pemilik atau pemegang hak, namun dalam skala yang lebih luas juga menimbulkan dampak negatif bagi pemerintah serta masyarakat luas, yang secara totalitas menimbulkan kerugian yang sangat besar.
Menurut Ditjen Bea Cukai kerugian-kerugian tersebut secara jelas lagi dapat dibagi kepada 3 pihak, yakni:
1. Kerugian konsumen
Konsumen harus membayar mahal untuk barang palus, berkualitas rendah, mudah rusak dan mengakibatkan kerusakan materi serta membahayakan kesehatan dan keselamatan jiwa.
2. Kerugian masyarakat usaha, pemegang hak, pencipta
Turunnya nilai penjualan, kerugian finansial, kerugian moral (moral rights), rusaknya reputasi, menurunnya kreatifitas dan hilangnya insentif untuk melakukan inovasi, terganggunya pengembangan teknologi.
3. kerugian pemerintah, negara dan perekonomian
Terganggunya perekonomian nasional, hilangnya pendapatan pajak, hilangnya kepercayaan internasional, rusaknya moralitas bangsa, terhambatnya alih tekonologi baru, keengganan PMA untuk invenstasi, terhambatnya akses pasar untuk komoditi ekspor, ancaman terhadap perdagangan internasional.
Dalam hal pelanggaran hukum hak cipta sendiri, bentuk pelanggaran ini ada yang bersifat keperdataan dan ada yang bersifat pidana. Dalam kaitannya dengan sifat keperdataan, dalam praktek perdagangan VCD/DVD bajakan ini pihak pedagang telah melanggar hak ekonomi dari pencipta/pemegang hak cipta. Pelanggaran hak ekonomi tersebut berupa pengumuman. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 5 UU Hak Cipta yang menyatakan bahwa pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran, penjualan,pengedaran atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca, didengar atau dilihat orang lain.
Dari bunyi ketentuan tadi sangat jelas bahwa melakukan penjualan ciptaan yang dilindungi hak cipta merupakan bentuk pengumuman. Hal yang dipraktekkan oleh pedagang VCD/DVD bajakan berupa mengumumkan (baca: menjual) tanpa izin dari pemegang hak cipta, di mana tindakan ini merupakan pelanggaran hukum hak cipta.
Apabila pelanggaran hukum hak cipta ini dilihat dari sisi keperdataan, maka pemegang hak cipta dapat melakukan upaya-upaya hukum berupa gugatan ke Pengadilan Niaga. Di dalam Pasal 56 ayat (1) UU Hak Cipta menyatakan: “Pemegang hak cipta berhak mengajukan gugatan ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran hak ciptaannya dan meminta penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakan ciptaan itu.”
Selanjutnya di dalam Pasal 56 ayat (3) UU Hak Cipta memberikan upaya pencegahan melalui peran aktif hakim berupa pengeluaran perintah kepada pelanggar untuk menghentikan kegiatan pengumuman dan/atau perbanyakan ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran hak cipta.
Upaya pencegahan selain yang di atur sebagaimana tersebut di atas, dapat dilakukan juga melalui permintaan dari pihak yang merasa dirugikan. Model ini dikenal dengan istilah penetapan sementara pengadilan atau  injunction.Biasanya, permintaan seperti ini terjadi tatkala hakim sebelum memeriksa gugatan tersebut.
Ada beberapa tujuan tatkala ada pihak yang merasa dirugikan meminta untuk dilakukan penetapan sementara. Tujuannya adalah:
  1. Mencegah berlanjutnya pelanggaran hak cipta, khususnya mencegah masuknya barang yang diduga melanggar hak cipta atau hak terkait ke dalam jalur perdagangan, termasuk tindakan importasi.
  2. Menyimpan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta atau hak terkait tersebut guna menghidari terjadinya penghilangan barang bukti.
  3. Meminta kepada pihak yang merasa dirugikan, untuk memberikan bukti yang menyatakan bahwa pihak tersebut memang berhak atas hak cipta atau hak terkait dan hak pemohon tersebut memang sedang dilanggar.
Proses keperdataan ini tentunya berlaku juga bagi pelanggar hak cipta atas VCD/DVD bajakan. Akan tetapi, sangat jarang pihak pemegang hak cipta mengambil upaya hukum keperdataan ini. Ada beberapa alasan pihak pemegang hak cipta jarang melakukan upaya ini, di antaranya:  Pertama,proses keperdataan biasanya membutuhkan biaya, waktu dan tenaga yang tidak sedikit; Kedua,proses keperdataan biasanya menuntut pemegang hak cipta untuk pro aktif di dalam menyelesaikan masalah. Hal ini tentu di anggap sebagai hal yang tidak produktif; Ketiga,sedikitnya atau minimnya pengetahuan pemegang hak cipta terhadap hukum hak cipta dan tidak terkecuali dalam konteks penyelesaian sengketa.
Atas dasar itu, maka tidak sedikit pihak-pihak yang merasa dirugikan dalam pelanggaran atas musik dan lagu dalam bentuk VCD/DVD bajakan akhirnya menempuh upaya hukum pidana. Sebagaimana diketahui, hukum hak cipta telah menentukan bahwa delik yang ditetapkan adalah delik biasa. Konsekuensi delik seperti ini adalah memposisikan pihak kepolisian harus proaktif dalam menyelesaikan pelanggaran hak cipta, dengan tidak harus menunggu adanya pelaporan dari pencipta/pemegang hak cipta.
Proses pidana ini diawali dengan tindakan penyidikan oleh pihak kepolisian. Setelah proses dikepolisian selesaikan, maka dilanjutkan ke pihak kejaksaan untuk dilakukan penuntutan. Apabila tuntutan telah dibuat, proses selanjutya adalah pemeriksaan di Pengadilan Negeri oleh pihak hakim. Hakim berperan tidak hanya memeriksa perkara tetapi hingga memutuskan perkara tersebut.
Di dalam hukum hak cipta telah dirumuskan beberapa tindakan/perbuatan yang dapat dikategorikan pelanggaran hak cipta. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 72 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8), (9) UU Hak Cipta. Intinya beberapa perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana adalah :
  1. Perbuatan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan berupa perbanyakan dan pengumuman ciptaan atau pelanggaran atas hak moral pencipta.
  2. Perbuatan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada pihak umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait.
  3. Perbuatan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer.
  4. Perbuatan dengan sengaja melanggar dengan cara mengumumkan setiap ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang agama, pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan serta ketertiban umum.
  5. Perbuatan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20 atau Pasal 49 ayat (3).
  6. Perbuatan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55.
  7. Perbuatan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25.
  8. Perbuatan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27.
  9. Perbuatan sengaja melanggar Pasal 28.
Mencermati kategorisasi dari perbuatan pidana tersebut, maka bentuk memperjualbelikan musik dan lagu dalam bentuk VCD/DVD bajakan sesungguhnya sejalan dengan rumusan perbuatan yang pertama dan kedua.
Untuk permasalahan pelanggaran hak cipta dalam konteks pidananya dapat dikemukakan beberapa permasalahan juga yaitu; pertama,tindak pidana hak cipta apabila harus ditegakkan dalam pelanggaran hak cipta bagi pelanggar dipandang sebagai sebagai  ultimum remedium, meskipun undang-undang sendiri tidak menyatakan demikian, sehingga hal ini berdampak pada penegakan hukum hak cipta; kedua,adanya pemahaman yang terbatas dari aparat penegak hukum tatkala akan menerapkan tindak pidana hak cipta kepada para pelanggar hak cipta. Konsekuensi lebih jauh tindak pidana hak cipta terkadang tidak efektif adanya pemahaman yang terbatas dari aparat penegak hukum tatkala akan menerapkan tindak pidana hak cipta kepada para pelanggar hak cipta. Konsekuensi lebih jauh tindak pidana hak cipta terkadang tidak efektif.
Setelah memahami pelanggaran hak cipta dan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pencipta/pemegang hak cipta serta permasalahannya, tentunya dapat diketahui bahwa pelanggaran hak cipta terjadi sesungguhnya bukan karena adanya beberapa permasalahan terkait dengan pelanggaran atas ketentuan hukum hak cipta saja. Tetapi ada permasalahan lainnya yang timbul dari pelanggaran hak cipta musik dan lagu dalam bentuk VCD/DVD bajakan. Hal-hal tersebut meliputi juga pada persoalan sosial ekonomi masyarakat.
Sebagaimana diketahui, bagi masyarakat Indonesia maraknya pelanggaran hak cipta tidak semata-mata dikarenakan tidak mengetahui pemberlakuan atas hukum hak cipta, tetapi dalih yang selama ini berkembang bahwa tindakan pelanggaran itu dilakukan mengingat tingkat sosial ekonomi masyarakat Indonesia yang masih rendah. Alhasil, dengan rendahnya tingkat ekonomi ini menjadikan masyarakat berani melakukan pelanggaran hukum hak cipta. Bagi mereka, prinsipnya bukan bagaimana hukum hak cipta dapat ditegakkan, tetapi yang lebih diutamakan adalah bagaimana kebutuhan ekonomi mereka dapat dipenuhi.
Langkah – Langkah Hukum yang telah Ditempuh Pemerintah untuk Mengurangi Pelanggaran Hukum Hak Cipta atas Musik dan Lagu yang Dituangkan dalam Bentuk VCD/DVD.
Dengan ditemukannya permasalahan-permasalahan dalam pelanggaran hak cipta atas musik dan lagu dalam bentuk VCD/DVD dibutuhkan berbagai langkah hukum. Langkah hukum ini adalah suatu tindakan yang diambil guna mengurangi pelanggaran hak cipta oleh pedagang VCD/DVD musik dan lagu bajakan. Tindakan tersebut dapat dilakukan oleh aparat pemerintah atau penegak hukum.
Dari penelitian yang telah dilaksanakan sebenarnya baik pemerintah maupun aparat penegak hukum telah mengambil langkah-langkah hukum terhadap pelanggaran hak cipta atas musik dan lagu dalam bentuk VCD/DVD bajakan.
Langkah-langkah hukum yang biasanya dilakukan oleh pemerintah, misalnya melakukan kegiatan sosialisasi tentang hak cipta dan melakukan kerjasama dengan instansi pemerintah pusat seperti Direktorat Jenderal HKI.
Dalam hal sosialisasi tentang hak cipta terkadang dilakukan oleh Setda Biro Hukum atau Kantor Wilayah Hukum dan HAM. Sosialisasi ini biasanya menghadirkan pakar-pakar dalam bidang hak cipta.
Sosialisasi atas hak cipta terkadang dilakukan juga oleh masyarakat. Hal ini sekaligus merupakan bentuk kepedulian masyarakat akan pentingnya melindungi dan menghargai hak cipta orang lain.
Salah satu persoalan di dalam memberikan sosialisasi ini memang pola sosialisasi belum dilakukan secara sistemik dan terkoordinasi. Bukti belum sistemiknya sosialisasi ini di mana belum ada target-target khusus dari pemerintah pada segmen masyarakat tertentu dalam bersosialisasi, sehingga dalam jangka waktu tertentu terbentuk kesadaran masyarakat atas hak cipta ini.
Selanjutnya, masalah lainnya dari langkah hukum yang diambil ini berupa belum terkoordinasikannya antar lembaga pemerintah dan antar lembaga pemerintah dengan lembaga swasta. Alhasil kecenderungan terjadinya duplikasi materi sosialisasi tidak dapat dihindarkan. Langkah yang ditempuh oleh Aparat Penegak hukum dilakukan berupa penegakan hukum hak cipta. Penegakan hukum yang dilakukan dengan mengambil tindakan hukum refresif. Tindakan hukum refresif ini biasanya dilakukan dengan sistem terjadual. Istilah yang dikenal adalah tindakan razia.
Penegakan hukum hak cipta oleh pihak kepolisian sebenarnya memposisikan polisi harus proaktif. Hal ini sejalan dengan delik pidana yang dianut yakni delik biasa. Delik biasa ini artinya polisi diberikan wewenang untuk mengambil tindakan hukum setiap saat jika ditemukan adanya pelanggaran hak cipta, tanpa harus menunggu adanya pengaduan dari pihak yang dirugikan.
Secara teoritik penerapan delik biasa dalam ketentuan hukum hak cipta dikarenakan adanya beberapa pertimbangan:
  1. Kerugian ditimbulkan dari adanya pelanggaran hak cipta tidak hanya diderita oleh pemegang hak cipta. Negara juga ikut dirugikan akibat tidak memperoleh pajak penghasilan atas keuntungan yang diperoleh dari pembajakan tersebut.
  2. Adanya pelanggaran hak cipta yang tidak ditangani dengan serius pada akhirnya dapat menambah tatanana sosial, hukum dan ekonomi.
  3. Pelanggaran hak cipta sebagai hak milik perorangan, lebih tepat diklasifikasikan sebagai delik biasa seperti halnya terhadap pencurian, perampasan, penipuan.
Dari hasil tindakan hukum refresif ini diperoleh hasil-hasil berupa tindakan penyitaan atas produk-produk VCD/DVD bajakan dengan jumlah 500 ribu keping.
Dalam hal penegakan hukum refresif ini nampaknya ada berbagai macam kendala yang ditemukan. Kendala tersebut, di antaranya;
Pertama, dari segi ketentuan hukum hak cipta, masih disadari adanya perbedaan penafsiran terutama terkait dengan ketentuan Pasal 72 UU Hak Cipta. Untuk penerapan ketentuan Pasal 72 ini senantiasa harus menyertakan pelanggaran yang terdapat pada ayat (1). Padahal, pihak kepolisian dalam menerapkan ketentuan Pasal 72 ini tidak selalu menyertakan ketentuan Pasal 71 ayat (1).
Kedua, ketersediaan aparat penegak hukum yang terbatas dalam melakukan penanganan pelanggaran hak cipta. Di samping keterbatasan personil, juga aparat penegak hukum mengalami keterbatasan pemahaman atas hukum hak cipta. Maka, tidak jarang ketika aparat penegak hukum melakukan tindakan hukum senantiasa melibatkan ahli-ahli di bidang hak cipta.
Ketiga, budaya masyarakat yang belum kondusif bagi penegakan hukum hak cipta. Tindakan hukum yang dilakukan oleh penegak hukum sering dipahami sebagai suatu bentuk kesewenang-wenangan. Padahal, hal ini barangkali disebabkan budaya masyarakat terutama yang melakukan pelanggaran, di mana pelanggaran tersebut dianggap sebagai sesuatu yang biasa, bahkan cenderung mendapat “pembenaran.” Sederhananya, budaya menghargai hak orang lain di masyarakat belum benar-benar terbangun.
Keempat, penegakan hukum oleh aparat penegak hukum sering dibenturkan dengan tindakan-tindakan politis. Hal ini tentu berdampak buruk terhadap penegakan hukum hak cipta secara keseluruahan. Semisal, adanya tindakan demonstrasi oleh para pelanggar kepada pihak legislatif daerah. Tindakan demonstrasi itu sendiri mendapatkan tanggapan dari para wakil rakyat di daerah yang cenderung dipahaminya hanya dari segi politis.
Memahami sejumlah kendala dalam penegakan hukum hak cipta, maka diperlukan upaya-upaya pembenahan atas penegakan hukum hak cipta sendiri. Beberapa hal yang semetinya dilakukan guna menunjang efektifitas penegakan hukum ini dapat dilakukan melalui:
Pertama,perlunya ketentuan hukum dan perundang-undangan yang memadai serta adanya kepatuhan masyarakat untuk tidak melakukan pelanggaran.
Kedua,perlunya penegakan hukum yang konsisten. Penegakan hukum yang efektif, akan memberikan perlindungan kepada pemilik atau pemegang hak, yang selanjutnya akan dapat memberikan manfaat bagi peningkatan berbagai kegiatan dalam masyarakat umum, negara dan perekonomian nasional.
Ketiga,diperlukan kerjasama, koordinasi dan strategi yang terpadu antara aparat penegak hukum. Penegakan hukum oleh aparat pemerintah dilaksanakan oleh berbagai instansi yang terkait antara lain; Kepolisian, Kejaksaan, Hakim, Ditjen HKI, Deperindag, Pemda dan lain-lain.
Sejalan dengan itu Ramelan memberikan pendapatnya bahwa dalam melakukan penegakan hukum hak cipta diperlukan kebijakan dan strategi penegakan hukum. Untuk kebijakan penegakan hukum hak cipta menurutnya dapat dilakukan melalui hal-hal sebagai berikut:
Pertama, pendekatan komprehensif yaitu pendekatan yuridis dalam rangka mewujudkan cita ketertiban dan kepastian hukum, pendekatan filosofis dalam rangka menegakan cita keadilan, dan pendekatan sosiologis dalam rangka mewujudkan cita manfaat bagi masyarakat. Pendekatan tersebut dilaksanakan dengan mengindahkan norma-norma keagamaan serta menggali nilai-nilai kemanusiaan, hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Kedua, membangun kepercayaan masyarakat terhadap hukum dengan memberdayakan institusi penegakan hukum.
Ketiga, sumber daya manusia memiliki peran yang menentukan dalam mengemban dan mengembangkan misi aparat penegak hukum, di samping sarana dan prasarana. Untuk masud tersebut, kebijakan penegakan hukum hak cipa diarahkan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sehingga memiliki kemampuan serta keterampilan yang meliputi:
a). Pengembangan profesionalisme dibidang penguasaan pengetahuan teknis dan menajerial;
b). Meningkatkan integritas kepribadiaan;
c). Memupuk siakp/kader disiplin aparatur.
Keempat, membangun budaya masyarakat yang patuh dan taat hukum sebagai iklim yang kondusif dalam penegakan hukum.
Untuk strategi penegakan hukum hak cipta beberapa hal yang harus dilaksanakan adalah:
Pertama, penyidikan dan penuntutan tindak pidana hak cipta diarahkan untuk mengungkap sumber kejahatan yang melibatkan pelaku-pelaku produsen kejahatan hak cipta bukan sekedar pengedar atau pemakai. Stretegi ini dimaksudkan untuk membangun dan memulihkan kepercayaan masyarakat domestik maupun internasional bahwa pemerintah benar-benar serius memberikan perlindungan hak cipta.
Kedua, meningkatkan pelaksanaan penerapan dan penegakan hukum yang memberikan kepastian hukum dan keadilan kepada masyarakat pencari keadilan. Strategi ini dimaksudkan agar proses penegakan hukum berlangsung secara proposional dan profesional, sehingga aparat penegak hukum terhindar dari kesalahan dalam proses penyidikan, penuntutan, putusan dan ekekusi.
Ketiga, menerapkan prinsip-prinsip akutabilitas dan transparansi dalam penegakan hukum hak cipta. Strategi ini ditujukan sebagai bentuk pertanggung jawaban kepada publik. Untuk itu agar diupayakan publikasi penanganan perkara sejak dari penyidikan sampai dengan eksekusi secara terus menerus sehingga masyarakat mengetahui dan mengikuti perkembangan penyelesaian perkara tersebut secara benar. Dengan demikian diharapkan masyarakat dapat menentukan posisi partisipasinya dalam pemberantasan dan penegakan kejahatan hak cipta.
Keempat, mengembangkan sistem manajemen dan organisasi penegak hukum yang mantap sebagai pengayom masyarakat. Strategi ini dimaksudkan agar masyarakat dengan mudah dan jelas menyampaikan laporan atas kejahatan yang ditemukan kepada aparat penegak hukum.
Kelima, mengembangkan keterpaduan dalam proses penegakan hukum melalui penyelidikan/ penyidikan gabungan antara penyidik dan penuntut umum. Strategi ini dimaksudkan untuk mempercepat proses penanganan perkara, mencegah terjadinya bolak-balik perkara antara penuntut umum dengan penyidik.
Penutup
Dengan berdasarkan pada hasil pembahasan pada bab sebelumnya, maka penelitian ini dapat menyimpulkan dua hal, yakni; Pertama,pelanggaran hak cipta terjadi disebabkan adanya permasalahan hukum hak cipta. Permasalahan tersebut mencakup pada permasalahan penyelesaian pelanggaran baik secara keperdataan maupun pidana. Di samping itu, permasalahan lainnya yang timbul dari pelanggaran hak cipta musik dan lagu yang dituangkan dalam bentuk VCD/DVD disebabkan persoalan sosial ekonomi masyarakat (baca: pelanggar).  Kedua,untuk menyelesaikan
permasalahan pelanggaran hak cipta musik dan lagu yang dituangkan dalam bentuk VCD/DVD ini biasanya ditempuh oleh pemerintah dengan melakukan dua langkah, yakni; sosialisasi hukum hak cipta dan melakukan penegakan hukum hak cipta. Sosialisasi ini dilaksanakan oleh beberapa lembaga pemerintahan seperti Setda Biro Hukum, Desperindag, Kanwil Hukum dan HAM dan instansi lainnya dengan menghadirkan nara sumber yang dianggap ahli di dalam hukum hak cipta.
Penegakan hukum hak cipta merupakan langkah berikutnya. Penegakan hukum yang dilakukan dengan mengambil tindakan hukum represif.

Sumber