UNDANG – UNDANG INFORMASI & TRANSAKSI ELEKTRONIK
Diposting oleh Dhamar Arif Rahman | Label: tugas | Posted On Rabu, 21 Mei 2014 at 08.31
UNDANG – UNDANG INFORMASI & TRANSAKSI
ELEKTRONIK
Dewasa
ini , kegiatan eknomi sudah mulai menggunakan media elektronik . kalau dulu
kita bertransaksi dengan dating ke pasar , atau tokonya langsung, maka sekarang
kita sudah bisa berbelanja dengan menggunakan e payment, maka dari itu
pemerintah merasa perlu membuat sebuah undang undang yang dapat mengatur segala
jenis transaksi elektronik, agar tidak ada oknum yang melakukan tindak
kejahatan. Semua hal mengenai transaksi elektronik di atur didalam undang
undang ITE , lalu apa sebenarnya UU ITE tersebut ? UU ITE adalah adalah ketentuan yang berlaku untuk setiap orang yang
melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang
berada di wilayah hukum Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang
memiliki akibat hukum di wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum
Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia. Sementara itu pengertian UU ITE
didalam undang undang adalah Informasi Elektronik adalah satu atau
sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara,
gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat
elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya,
huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang
memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
·
Transaksi
Elektronik
adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan Komputer, jaringan
Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.
·
Teknologi
Informasi adalah
suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan, menyimpan, memproses, mengumumkan,
menganalisis, dan/atau menyebarkan informasi.
·
Dokumen
Elektronik
adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan,
diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal,
atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui
Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan,
suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode
Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami
oleh orang yang mampu memahaminya.
·
Sistem
Elektronik
adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi
mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan,
mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi Elektronik.
·
Penyelenggaraan
Sistem Elektronik
adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh penyelenggara negara, Orang, Badan
Usaha, dan/atau masyarakat.
·
Jaringan
Sistem Elektronik
adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih, yang bersifat tertutup
ataupun terbuka.
·
Agen
Elektronik
adalah perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk melakukan suatu
tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara otomatis yang
diselenggarakan oleh Orang.
·
Sertifikat
Elektronik
adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda Tangan Elektronik
dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak dalam Transaksi
Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi Elektronik.
·
Penyelenggara
Sertifikasi Elektronik
adalah badan hukum yang berfungsi sebagai pihak yang layak dipercaya, yang
memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.
·
Lembaga
Sertifikasi Keandalan
adalah lembaga independen yang dibentuk oleh profesional yang diakui, disahkan,
dan diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan mengaudit dan mengeluarkan
sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.
·
Tanda
Tangan Elektronik
adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik yang dilekatkan,
terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang digunakan
sebagai alat verifikasi dan autentikasi.
·
Penanda
Tangan adalah
subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan Tanda Tangan Elektronik.
·
Komputer adalah alat untuk memproses data
elektronik, magnetik, optik, atau sistem yang melaksanakan fungsi logika,
aritmatika, dan penyimpanan.
·
Akses adalah kegiatan melakukan
interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri sendiri atau dalam jaringan.
·
Kode
Akses adalah
angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di antaranya, yang
merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem Elektronik
lainnya.
·
Kontrak
Elektronik
adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem Elektronik.
·
Pengirim adalah subjek hukum yang
mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.
·
Penerima adalah subjek hukum yang
menerima Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dari Pengirim.
·
Nama
Domain adalah
alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat,
yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet, yang berupa kode
atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi tertentu
dalam internet.
·
Orang adalah orang perseorangan, baik
warga negara Indonesia, warga negara asing, maupun badan hukum.
·
Badan
Usaha adalah
perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik yang berbadan hukum
maupun yang tidak berbadan hukum.
·
Pemerintah adalah Menteri atau pejabat
lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.
ANALISIS
Undang Undang Informasi dan Transaksi Elektronik terdiri
dari undang undang yang mengatur beberapa hal yaitu :
Pengaturan
mengenai informasi dan transaksi elektronik
Disini dikatakan bahwa :
Pasal 17
(1) Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan
dalam lingkup publik ataupun privat.
(2) Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib beriktikad baik dalam melakukan
interaksi dan/atau pertukaran Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
selama transaksi berlangsung.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan
Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 18
(1) Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak
Elektronik mengikat para pihak.
(2) Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum
yang berlaku bagi Transaksi Elektronik internasional yang dibuatnya.
(3) Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam
Transaksi Elektronik internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas
Hukum Perdata Internasional.
(4) Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum
pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang
berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik
internasional yang dibuatnya.
(5) Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum
sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase,
atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani
sengketa yang mungkin timbul dari transaksi tersebut, didasarkan pada asas
Hukum Perdata Internasional.
Pasal 19
Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik harus
menggunakan Sistem Elektronik yang disepakati.
Pasal 20
(1) Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi
Elektronik terjadi pada saat penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah
diterima dan disetujui Penerima.
(2) Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan
secara elektronik.
Pasal 21
(1) Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi
Elektronik sendiri, melalui pihak yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen
Elektronik.
(2) Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum
dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur sebagai berikut: a. jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam
pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang
bertransaksi; b. jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum
dalam pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa;
atau c. jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam
pelaksanaan Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen
Elektronik.
(3) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal
beroperasinya Agen Elektronik akibat tindakan pihak ketiga secara langsung
terhadap Sistem Elektronik, segala akibat hukum menjadi tanggung jawab
penyelenggara Agen Elektronik.
(4) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal
beroperasinya Agen Elektronik akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan,
segala akibat hukum menjadi tanggung jawab pengguna jasa layanan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak
berlaku dalam hal dapat dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan,
dan/atau kelalaian pihak pengguna Sistem Elektronik.
Pasal 22
(1) Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus
menyediakan fitur pada Agen Elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan
penggunanya melakukan perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen
Elektronik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pengaturan
mengenai perbuatan yang dilarang
Disini dikatakan bahwa
Pasal 5
(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
(2) Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai
dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
(3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan
yang diatur dalam Undang- Undang ini.
(4) Ketentuan
mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) tidak berlaku untuk:
a. surat yang menurut
Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis
b. surat beserta dokumennya yang
menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang
dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Pasal 6
Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur
dalam Pasal 5 ayat (4) yang mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk
tertulis atau asli, Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap
sah sepanjang informasi yang tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan,
dijamin keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu
keadaan.
Pasal 7
Setiap Orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang
telah ada, atau menolak hak Orang lain berdasarkan adanya Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik harus memastikan bahwa Informasi Elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik yang ada padanya berasal dari Sistem Elektronik
yang memenuhi syarat berdasarkan Peraturan Perundang- undangan.
Pasal 8
(1) Kecuali diperjanjikan lain, waktu pengiriman suatu
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik telah dikirim dengan alamat yang benar
oleh Pengirim ke suatu Sistem Elektronik yang ditunjuk atau dipergunakan
Penerima dan telah memasuki Sistem Elektronik yang berada di luar kendali
Pengirim.
(2) Kecuali diperjanjikan lain, waktu penerimaan suatu
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik di bawah
kendali Penerima yang berhak.
(3) Dalam hal Penerima telah menunjuk suatu Sistem
Elektronik tertentu untuk menerima Informasi Elektronik, penerimaan terjadi
pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki Sistem
Elektronik yang ditunjuk.
(4) Dalam hal terdapat dua atau lebih sistem informasi
yang digunakan dalam pengiriman atau penerimaan Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik, maka:
a. waktu pengiriman adalah ketika Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem informasi pertama yang
berada di luar kendali Pengirim;
b. waktu penerimaan adalah
ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik memasuki sistem
informasi terakhir yang berada di bawah kendali Penerima.
Pasal 9
Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem
Elektronik harus menyediakan informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan
syarat kontrak, produsen, dan produk yang ditawarkan.
Pasal 10
(1) Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi
Elektronik dapat disertifikasi oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.
(2) Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi
Keandalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 11
(1) Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan
akibat hukum yang sah selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. data pembuatan Tanda Tangan
Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;
b. data pembuatan Tanda Tangan
Elektronik pada saat proses penandatanganan elektronik hanya berada dalam kuasa
Penanda Tangan;
c. segala perubahan terhadap
Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu penandatanganan dapat
diketahui;
d. segala perubahan terhadap Informasi
Elektronik yang terkait dengan Tanda Tangan Elektronik tersebut setelah waktu
penandatanganan dapat diketahui;
e. terdapat cara tertentu yang
dipakai untuk mengidentifikasi siapa Penandatangannya;
f. terdapat cara tertentu untuk
menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah memberikan persetujuan terhadap
Informasi Elektronik yang terkait.
(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan
Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pasal 12
(1) Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan
Elektronik berkewajiban memberikan pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang
digunakannya.
(2) Pengamanan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) sekurang- kurangnya meliputi:
a. sistem tidak dapat diakses
oleh Orang lain yang tidak berhak;
b. Penanda Tangan harus
menerapkan prinsip kehati-hatian untuk menghindari penggunaan secara tidak sah
terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan Elektronik;
c. Penanda Tangan harus tanpa
menunda-nunda, menggunakan cara yang dianjurkan oleh penyelenggara Tanda Tangan
Elektronik ataupun cara lain yang layak dan sepatutnya harus segera
memberitahukan kepada seseorang yang oleh Penanda Tangan dianggap memercayai
Tanda Tangan Elektronik atau kepada pihak pendukung layanan Tanda Tangan
Elektronik jika:
1. Penanda Tangan mengetahui
bahwa data pembuatan Tanda Tangan Elektronik telah dibobol; atau
2. keadaan yang diketahui oleh
Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko yang berarti, kemungkinan akibat
bobolnya data pembuatan Tanda Tangan Elektronik
d. dalam hal Sertifikat
Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda Tangan Elektronik, Penanda Tangan
harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua informasi yang terkait dengan Sertifikat Elektronik
tersebut.
(3) Setiap Orang yang melakukan pelanggaran ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bertanggung jawab atas segala kerugian dan
konsekuensi hukum yang timbul.
Tujuan dari undang
undang ini adalah :
1. Mencerdaskan
kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;
2. Mengembangkan
perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
masyarakat;
3. Meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;
4. Membuka
kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan pemikiran dan
kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi seoptimal
mungkin dan bertanggung jawab;
5. Memberikan
rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara
Teknologi Informasi.
UNDANG – UNDANG NOMOR 19 TENTANG HAK CIPTA
UU NO. 19 Tahun 2002 Tentang Hak
Cipta
1.
Pengertian UU NO. 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta
KETENTUAN
UMUM
Pasal 1 , ayat 8 :
Program Komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.
LINGKUP HAK CIPTA
Pasal 2, ayat 2 :
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.
Pasal 12, ayat 1 :
Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:
a. buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
Pasal 15 :
Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a. Penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;
b. Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
c. Pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
MASA BERLAKU HAK CIPTA
Pasal 30:
(1) Hak Cipta atas Ciptaan:
a. Program Komputer;
b. sinematografi;
c. fotografi;
d. database; dan
e. karya hasil pengalihwujudan,
berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
Ciptaan yang dapat dilindungi
Ciptaan yang dilindungi hak cipta di Indonesia dapat mencakup misalnya buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan,ceramah, kuliah, pidato, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama,drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, pantomim, seni rupa dalam segala bentuk (seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan), arsitektur, peta, seni batik (dan karya tradisional lainnya seperti seni songket dan seni ikat), fotografi, sinematografi, dan tidak termasuk desain industri (yang dilindungi sebagai kekayaan intelektual tersendiri). Ciptaan hasil pengalihwujudan seperti terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai (misalnya buku yang berisi kumpulan karya tulis, himpunan lagu yang direkam dalam satu media, serta komposisi berbagai karya tari pilihan), dan database dilindungi sebagai ciptaan tersendiri tanpa mengurangi hak cipta atas ciptaan asli (UU 19/2002 pasal 12).
Pasal 1 , ayat 8 :
Program Komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.
LINGKUP HAK CIPTA
Pasal 2, ayat 2 :
Pencipta atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan Program Komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.
Pasal 12, ayat 1 :
Dalam Undang-undang ini Ciptaan yang dilindungi adalah Ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra, yang mencakup:
a. buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
Pasal 15 :
Dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta:
a. Penggunaan Ciptaan pihak lain untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah dengan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari Pencipta;
b. Perbanyakan suatu Ciptaan selain Program Komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan atau pendidikan, dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya;
c. Pembuatan salinan cadangan suatu Program Komputer oleh pemilik Program Komputer yang dilakukan semata-mata untuk digunakan sendiri.
MASA BERLAKU HAK CIPTA
Pasal 30:
(1) Hak Cipta atas Ciptaan:
a. Program Komputer;
b. sinematografi;
c. fotografi;
d. database; dan
e. karya hasil pengalihwujudan,
berlaku selama 50 (lima puluh) tahun sejak pertama kali diumumkan.
Ciptaan yang dapat dilindungi
Ciptaan yang dilindungi hak cipta di Indonesia dapat mencakup misalnya buku, program komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan,ceramah, kuliah, pidato, alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks, drama,drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, pantomim, seni rupa dalam segala bentuk (seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan), arsitektur, peta, seni batik (dan karya tradisional lainnya seperti seni songket dan seni ikat), fotografi, sinematografi, dan tidak termasuk desain industri (yang dilindungi sebagai kekayaan intelektual tersendiri). Ciptaan hasil pengalihwujudan seperti terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai (misalnya buku yang berisi kumpulan karya tulis, himpunan lagu yang direkam dalam satu media, serta komposisi berbagai karya tari pilihan), dan database dilindungi sebagai ciptaan tersendiri tanpa mengurangi hak cipta atas ciptaan asli (UU 19/2002 pasal 12).
Analisis Tentang UU NO. 19 Tahun
2002 Tentang Hak Cipta
UU No.10 Tahun 2002 ini adalah undang- undang yang mengatur
mengenai hak cipta. UU ini berisi ketentuan hak cipta, ruang lingkup, masa
berlaku hak cipta. UU ini sangat berguna untuk mematenkan hak cipta orang agar
tidak di palsukan atau ditiru. Mengingat Indonesia adalah salah satu Negara yang
paling banyak memalsukan karya seseorang. Namun dalam prakteknya UU ini kurang
di maksimalkan oleh petugas terkait , untuk dapat menghukum pelanggar HAKI.
Contoh Kasus Analisis Tentang UU NO.
19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta
Pelanggaran
Hak Cipta atas Musik dan Lagu yang Dituangkan dalam Bentuk VCD/DVD
Lokasi perdagangan VCD/DVD/CD
bajakan yang sangat populer di Mangga Dua. Daerah tersebut merupakan kawasan
yang sangat strategis, karena terletak di salah satu pusat bisnis DKI Jakarta,
yakni berada di sebelah Utara Jakarta.
Para pedagang VCD/DVD/CD bajakan ini
latar belakang pendidikannya rata-rata berpendidikan sekolah dasar hingga
sekolah menengah umum. Dari segi latar belakang sosial ekonominya mereka dapat
dikategorikan sebagai masyarakat bawah. Pedagang VCD/DVD/CD bajakan sendiri
sebagian besar berasal dari lingkungan sekitar dan selebihnya berasal dari luar
daerah mangga dua.
Para pedagang VCD/DVD/CD bajakan
rata-rata telah melakukan perdagangan di Mangga Dua lebih dari 3 (tiga) tahun.
Lama waktu perdagangan VCD/DVD/CD bajakan di lingkungan ini biasanya dimulai
dari pukul 09.30 berakhir pukul 17.00. Waktu biasanya dibagi menjadi satu atau
dua shift. Sementara itu, yang menjaga kios sebagian besar mereka bukan dari
pemilik kios tersebut.
VCD dan DVD bajakan yang
dipedagangkan itu meliputi VCD yang berisi musik dan lagu dan DVD yang berisi
film dan DVD kosong. Transaksi perdagangan VCD dijual sebesar rata-rata sebesar
Rp. 3.000,-/keping, DVD dijual sebesar Rp. 7.000,-/keping, sedangkan CD dijual
sebesar Rp. 4.000,-/keping.
Adapun VCD, DVD dan CD yang
bermuatan musik dan lagu serta film tidak saja musik, lagu dan film yang
berasal dari dalam negeri, tetapi ada juga yang berasal dari luar negeri.
Contoh VCD musik dan lagu yang berasal dari luar negeri seperti Florida dan
Akon yang berasal dari negeri Paman Sam, sedangkan untuk DVD seperti Film yang
berjudul The Man of Steel. Untuk VCD musik dan lagu yang berasal dari dalam
negeri seperti musik dan lagu milik Peterpan, Ada Band dan sebagainya, untuk
filmnya yang dimuat dalam bentuk DVD seperti, film Perahu Kertas, Laskar
Pelangi dan lain sebagainya, sedangkan musik dan lagu yang dibajak dalam bentuk
CD seperti musik dan lagu, Slank, Gigi, Melly Goeslow, Dewa dan banyak lagi
yang lainnya.
Biasanya perdagangan VCD/DVD/CD
bajakan yang paling laku didominasi oleh VCD/DVD/CD bajakan yang isinya
merupakan hal terbaru. Pedagang VCD, DVD dan CD bajakan setiap kiosnya
memperdagangkan kurang lebih 1.000 keping VCD, DVD dan CD, sementara itu di
daerah mangga dua kira-kira ada lebih dari 350-an kios yang melakukan
perdagangan VCD/DVD/CD bajakan. Dari jumlah tersebut ada yang sifatnya kios
permanen dan temporer. Perlu diketahui bahwa disekitar pedagang VCD/DVD/CD
bajakan ini terdapat juga kios permanen yang memperdagangkan VCD/DVD/CD legal.
Dalam transaksi perdagangan
VCD/DVD/CD bajakan ini diketemukan ada banyak pihak yang terlibat. Pihak-pihak
disini tidak hanya antara pedagang dengan pembeli/konsumen, tetapi ada
pihak-pihak lainnya, yakni; supplier, keamanan, polisi dan petugas retribusi
dan tukang parkir.
Dari praktek perdagangan VCD/DVD
bajakan, maka sangat jelas bahwa praktek perdagangan VCD/DVD bajakan merupakan
suatu tindakan pelanggaran hukum hak cipta. Pelanggaran hukum hak cipta ini
dapat menimbulkan kerugian yang sangat luas. Pelanggaran hak cipta bukan hanya
merugikan “economic rights” dari pemilik atau pemegang hak, namun dalam
skala yang lebih luas juga menimbulkan dampak negatif bagi pemerintah serta
masyarakat luas, yang secara totalitas menimbulkan kerugian yang sangat besar.
Menurut Ditjen Bea Cukai
kerugian-kerugian tersebut secara jelas lagi dapat dibagi kepada 3 pihak,
yakni:
1. Kerugian konsumen
Konsumen harus membayar mahal untuk
barang palus, berkualitas rendah, mudah rusak dan mengakibatkan kerusakan
materi serta membahayakan kesehatan dan keselamatan jiwa.
2. Kerugian masyarakat usaha,
pemegang hak, pencipta
Turunnya nilai penjualan, kerugian
finansial, kerugian moral (moral rights), rusaknya reputasi, menurunnya
kreatifitas dan hilangnya insentif untuk melakukan inovasi, terganggunya
pengembangan teknologi.
3. kerugian pemerintah, negara dan
perekonomian
Terganggunya perekonomian nasional,
hilangnya pendapatan pajak, hilangnya kepercayaan internasional, rusaknya
moralitas bangsa, terhambatnya alih tekonologi baru, keengganan PMA untuk
invenstasi, terhambatnya akses pasar untuk komoditi ekspor, ancaman terhadap
perdagangan internasional.
Dalam hal pelanggaran hukum hak
cipta sendiri, bentuk pelanggaran ini ada yang bersifat keperdataan dan ada
yang bersifat pidana. Dalam kaitannya dengan sifat keperdataan, dalam praktek
perdagangan VCD/DVD bajakan ini pihak pedagang telah melanggar hak ekonomi dari
pencipta/pemegang hak cipta. Pelanggaran hak ekonomi tersebut berupa
pengumuman. Menurut ketentuan Pasal 1 angka 5 UU Hak Cipta yang menyatakan
bahwa pengumuman adalah pembacaan, penyiaran, pameran,
penjualan,pengedaran atau penyebaran suatu ciptaan dengan menggunakan alat
apapun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga
suatu ciptaan dapat dibaca, didengar atau dilihat orang lain.
Dari bunyi ketentuan tadi sangat
jelas bahwa melakukan penjualan ciptaan yang dilindungi hak cipta merupakan
bentuk pengumuman. Hal yang dipraktekkan oleh pedagang VCD/DVD bajakan berupa
mengumumkan (baca: menjual) tanpa izin dari pemegang hak cipta, di mana
tindakan ini merupakan pelanggaran hukum hak cipta.
Apabila pelanggaran hukum hak cipta
ini dilihat dari sisi keperdataan, maka pemegang hak cipta dapat melakukan
upaya-upaya hukum berupa gugatan ke Pengadilan Niaga. Di dalam Pasal 56 ayat
(1) UU Hak Cipta menyatakan: “Pemegang hak cipta berhak mengajukan gugatan
ganti rugi kepada Pengadilan Niaga atas pelanggaran hak ciptaannya dan meminta
penyitaan terhadap benda yang diumumkan atau hasil perbanyakan ciptaan itu.”
Selanjutnya di dalam Pasal 56 ayat
(3) UU Hak Cipta memberikan upaya pencegahan melalui peran aktif hakim berupa
pengeluaran perintah kepada pelanggar untuk menghentikan kegiatan pengumuman
dan/atau perbanyakan ciptaan atau barang yang merupakan hasil pelanggaran hak
cipta.
Upaya pencegahan selain yang di atur
sebagaimana tersebut di atas, dapat dilakukan juga melalui permintaan dari
pihak yang merasa dirugikan. Model ini dikenal dengan istilah penetapan
sementara pengadilan atau injunction.Biasanya, permintaan seperti
ini terjadi tatkala hakim sebelum memeriksa gugatan tersebut.
Ada beberapa tujuan tatkala ada
pihak yang merasa dirugikan meminta untuk dilakukan penetapan sementara.
Tujuannya adalah:
- Mencegah berlanjutnya pelanggaran hak cipta, khususnya mencegah masuknya barang yang diduga melanggar hak cipta atau hak terkait ke dalam jalur perdagangan, termasuk tindakan importasi.
- Menyimpan bukti yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta atau hak terkait tersebut guna menghidari terjadinya penghilangan barang bukti.
- Meminta kepada pihak yang merasa dirugikan, untuk memberikan bukti yang menyatakan bahwa pihak tersebut memang berhak atas hak cipta atau hak terkait dan hak pemohon tersebut memang sedang dilanggar.
Proses keperdataan ini tentunya
berlaku juga bagi pelanggar hak cipta atas VCD/DVD bajakan. Akan tetapi, sangat
jarang pihak pemegang hak cipta mengambil upaya hukum keperdataan ini. Ada
beberapa alasan pihak pemegang hak cipta jarang melakukan upaya ini, di
antaranya: Pertama,proses keperdataan biasanya membutuhkan biaya, waktu
dan tenaga yang tidak sedikit; Kedua,proses keperdataan biasanya menuntut
pemegang hak cipta untuk pro aktif di dalam menyelesaikan masalah. Hal ini
tentu di anggap sebagai hal yang tidak produktif; Ketiga,sedikitnya atau
minimnya pengetahuan pemegang hak cipta terhadap hukum hak cipta dan tidak
terkecuali dalam konteks penyelesaian sengketa.
Atas dasar itu, maka tidak sedikit
pihak-pihak yang merasa dirugikan dalam pelanggaran atas musik dan lagu dalam
bentuk VCD/DVD bajakan akhirnya menempuh upaya hukum pidana. Sebagaimana
diketahui, hukum hak cipta telah menentukan bahwa delik yang ditetapkan adalah
delik biasa. Konsekuensi delik seperti ini adalah memposisikan pihak kepolisian
harus proaktif dalam menyelesaikan pelanggaran hak cipta, dengan tidak harus
menunggu adanya pelaporan dari pencipta/pemegang hak cipta.
Proses pidana ini diawali dengan
tindakan penyidikan oleh pihak kepolisian. Setelah proses dikepolisian
selesaikan, maka dilanjutkan ke pihak kejaksaan untuk dilakukan penuntutan.
Apabila tuntutan telah dibuat, proses selanjutya adalah pemeriksaan di
Pengadilan Negeri oleh pihak hakim. Hakim berperan tidak hanya memeriksa
perkara tetapi hingga memutuskan perkara tersebut.
Di dalam hukum hak cipta telah
dirumuskan beberapa tindakan/perbuatan yang dapat dikategorikan pelanggaran hak
cipta. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 72 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6),
(7), (8), (9) UU Hak Cipta. Intinya beberapa perbuatan yang dapat dikategorikan
sebagai tindak pidana adalah :
- Perbuatan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan berupa perbanyakan dan pengumuman ciptaan atau pelanggaran atas hak moral pencipta.
- Perbuatan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada pihak umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait.
- Perbuatan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program komputer.
- Perbuatan dengan sengaja melanggar dengan cara mengumumkan setiap ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan pemerintah di bidang agama, pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan serta ketertiban umum.
- Perbuatan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20 atau Pasal 49 ayat (3).
- Perbuatan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55.
- Perbuatan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25.
- Perbuatan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27.
- Perbuatan sengaja melanggar Pasal 28.
Mencermati kategorisasi dari
perbuatan pidana tersebut, maka bentuk memperjualbelikan musik dan lagu dalam
bentuk VCD/DVD bajakan sesungguhnya sejalan dengan rumusan perbuatan yang
pertama dan kedua.
Untuk permasalahan pelanggaran hak
cipta dalam konteks pidananya dapat dikemukakan beberapa permasalahan juga
yaitu; pertama,tindak pidana hak cipta apabila harus ditegakkan dalam
pelanggaran hak cipta bagi pelanggar dipandang sebagai sebagai ultimum
remedium, meskipun undang-undang sendiri tidak menyatakan demikian, sehingga
hal ini berdampak pada penegakan hukum hak cipta; kedua,adanya pemahaman yang
terbatas dari aparat penegak hukum tatkala akan menerapkan tindak pidana hak
cipta kepada para pelanggar hak cipta. Konsekuensi lebih jauh tindak pidana hak
cipta terkadang tidak efektif adanya pemahaman yang terbatas dari aparat
penegak hukum tatkala akan menerapkan tindak pidana hak cipta kepada para
pelanggar hak cipta. Konsekuensi lebih jauh tindak pidana hak cipta terkadang
tidak efektif.
Setelah memahami pelanggaran hak
cipta dan upaya hukum yang dapat dilakukan oleh pencipta/pemegang hak cipta
serta permasalahannya, tentunya dapat diketahui bahwa pelanggaran hak cipta
terjadi sesungguhnya bukan karena adanya beberapa permasalahan terkait dengan
pelanggaran atas ketentuan hukum hak cipta saja. Tetapi ada permasalahan
lainnya yang timbul dari pelanggaran hak cipta musik dan lagu dalam bentuk
VCD/DVD bajakan. Hal-hal tersebut meliputi juga pada persoalan sosial ekonomi
masyarakat.
Sebagaimana diketahui, bagi
masyarakat Indonesia maraknya pelanggaran hak cipta tidak semata-mata
dikarenakan tidak mengetahui pemberlakuan atas hukum hak cipta, tetapi dalih
yang selama ini berkembang bahwa tindakan pelanggaran itu dilakukan mengingat
tingkat sosial ekonomi masyarakat Indonesia yang masih rendah. Alhasil, dengan
rendahnya tingkat ekonomi ini menjadikan masyarakat berani melakukan
pelanggaran hukum hak cipta. Bagi mereka, prinsipnya bukan bagaimana hukum hak
cipta dapat ditegakkan, tetapi yang lebih diutamakan adalah bagaimana kebutuhan
ekonomi mereka dapat dipenuhi.
Langkah
– Langkah Hukum yang telah Ditempuh Pemerintah untuk Mengurangi Pelanggaran
Hukum Hak Cipta atas Musik dan Lagu yang Dituangkan dalam Bentuk VCD/DVD.
Dengan ditemukannya
permasalahan-permasalahan dalam pelanggaran hak cipta atas musik dan lagu dalam
bentuk VCD/DVD dibutuhkan berbagai langkah hukum. Langkah hukum ini adalah
suatu tindakan yang diambil guna mengurangi pelanggaran hak cipta oleh pedagang
VCD/DVD musik dan lagu bajakan. Tindakan tersebut dapat dilakukan oleh aparat
pemerintah atau penegak hukum.
Dari penelitian yang telah
dilaksanakan sebenarnya baik pemerintah maupun aparat penegak hukum telah
mengambil langkah-langkah hukum terhadap pelanggaran hak cipta atas musik dan
lagu dalam bentuk VCD/DVD bajakan.
Langkah-langkah hukum yang biasanya
dilakukan oleh pemerintah, misalnya melakukan kegiatan sosialisasi tentang hak
cipta dan melakukan kerjasama dengan instansi pemerintah pusat seperti
Direktorat Jenderal HKI.
Dalam hal sosialisasi tentang hak
cipta terkadang dilakukan oleh Setda Biro Hukum atau Kantor Wilayah Hukum dan
HAM. Sosialisasi ini biasanya menghadirkan pakar-pakar dalam bidang hak cipta.
Sosialisasi atas hak cipta terkadang
dilakukan juga oleh masyarakat. Hal ini sekaligus merupakan bentuk kepedulian
masyarakat akan pentingnya melindungi dan menghargai hak cipta orang lain.
Salah satu persoalan di dalam
memberikan sosialisasi ini memang pola sosialisasi belum dilakukan secara
sistemik dan terkoordinasi. Bukti belum sistemiknya sosialisasi ini di mana
belum ada target-target khusus dari pemerintah pada segmen masyarakat tertentu
dalam bersosialisasi, sehingga dalam jangka waktu tertentu terbentuk kesadaran
masyarakat atas hak cipta ini.
Selanjutnya, masalah lainnya dari
langkah hukum yang diambil ini berupa belum terkoordinasikannya antar lembaga
pemerintah dan antar lembaga pemerintah dengan lembaga swasta. Alhasil
kecenderungan terjadinya duplikasi materi sosialisasi tidak dapat dihindarkan.
Langkah yang ditempuh oleh Aparat Penegak hukum dilakukan berupa penegakan
hukum hak cipta. Penegakan hukum yang dilakukan dengan mengambil tindakan hukum
refresif. Tindakan hukum refresif ini biasanya dilakukan dengan sistem
terjadual. Istilah yang dikenal adalah tindakan razia.
Penegakan hukum hak cipta oleh pihak
kepolisian sebenarnya memposisikan polisi harus proaktif. Hal ini sejalan
dengan delik pidana yang dianut yakni delik biasa. Delik biasa ini artinya
polisi diberikan wewenang untuk mengambil tindakan hukum setiap saat jika
ditemukan adanya pelanggaran hak cipta, tanpa harus menunggu adanya pengaduan
dari pihak yang dirugikan.
Secara teoritik penerapan delik
biasa dalam ketentuan hukum hak cipta dikarenakan adanya beberapa pertimbangan:
- Kerugian ditimbulkan dari adanya pelanggaran hak cipta tidak hanya diderita oleh pemegang hak cipta. Negara juga ikut dirugikan akibat tidak memperoleh pajak penghasilan atas keuntungan yang diperoleh dari pembajakan tersebut.
- Adanya pelanggaran hak cipta yang tidak ditangani dengan serius pada akhirnya dapat menambah tatanana sosial, hukum dan ekonomi.
- Pelanggaran hak cipta sebagai hak milik perorangan, lebih tepat diklasifikasikan sebagai delik biasa seperti halnya terhadap pencurian, perampasan, penipuan.
Dari hasil tindakan hukum refresif
ini diperoleh hasil-hasil berupa tindakan penyitaan atas produk-produk VCD/DVD
bajakan dengan jumlah 500 ribu keping.
Dalam hal penegakan hukum refresif
ini nampaknya ada berbagai macam kendala yang ditemukan. Kendala tersebut, di
antaranya;
Pertama, dari segi ketentuan hukum hak cipta, masih disadari adanya
perbedaan penafsiran terutama terkait dengan ketentuan Pasal 72 UU Hak Cipta.
Untuk penerapan ketentuan Pasal 72 ini senantiasa harus menyertakan pelanggaran
yang terdapat pada ayat (1). Padahal, pihak kepolisian dalam menerapkan
ketentuan Pasal 72 ini tidak selalu menyertakan ketentuan Pasal 71 ayat (1).
Kedua, ketersediaan aparat penegak hukum yang terbatas dalam
melakukan penanganan pelanggaran hak cipta. Di samping keterbatasan personil,
juga aparat penegak hukum mengalami keterbatasan pemahaman atas hukum hak
cipta. Maka, tidak jarang ketika aparat penegak hukum melakukan tindakan hukum
senantiasa melibatkan ahli-ahli di bidang hak cipta.
Ketiga, budaya masyarakat yang belum kondusif bagi penegakan hukum
hak cipta. Tindakan hukum yang dilakukan oleh penegak hukum sering dipahami
sebagai suatu bentuk kesewenang-wenangan. Padahal, hal ini barangkali
disebabkan budaya masyarakat terutama yang melakukan pelanggaran, di mana
pelanggaran tersebut dianggap sebagai sesuatu yang biasa, bahkan cenderung
mendapat “pembenaran.” Sederhananya, budaya menghargai hak orang lain di
masyarakat belum benar-benar terbangun.
Keempat, penegakan hukum oleh aparat penegak hukum sering
dibenturkan dengan tindakan-tindakan politis. Hal ini tentu berdampak buruk
terhadap penegakan hukum hak cipta secara keseluruahan. Semisal, adanya
tindakan demonstrasi oleh para pelanggar kepada pihak legislatif daerah.
Tindakan demonstrasi itu sendiri mendapatkan tanggapan dari para wakil rakyat
di daerah yang cenderung dipahaminya hanya dari segi politis.
Memahami sejumlah kendala dalam
penegakan hukum hak cipta, maka diperlukan upaya-upaya pembenahan atas
penegakan hukum hak cipta sendiri. Beberapa hal yang semetinya dilakukan guna
menunjang efektifitas penegakan hukum ini dapat dilakukan melalui:
Pertama,perlunya ketentuan hukum dan perundang-undangan yang
memadai serta adanya kepatuhan masyarakat untuk tidak melakukan pelanggaran.
Kedua,perlunya penegakan hukum yang konsisten. Penegakan hukum
yang efektif, akan memberikan perlindungan kepada pemilik atau pemegang hak,
yang selanjutnya akan dapat memberikan manfaat bagi peningkatan berbagai
kegiatan dalam masyarakat umum, negara dan perekonomian nasional.
Ketiga,diperlukan kerjasama, koordinasi dan strategi yang terpadu
antara aparat penegak hukum. Penegakan hukum oleh aparat pemerintah
dilaksanakan oleh berbagai instansi yang terkait antara lain; Kepolisian,
Kejaksaan, Hakim, Ditjen HKI, Deperindag, Pemda dan lain-lain.
Sejalan dengan itu Ramelan
memberikan pendapatnya bahwa dalam melakukan penegakan hukum hak cipta
diperlukan kebijakan dan strategi penegakan hukum. Untuk kebijakan penegakan
hukum hak cipta menurutnya dapat dilakukan melalui hal-hal sebagai berikut:
Pertama, pendekatan komprehensif yaitu pendekatan yuridis dalam
rangka mewujudkan cita ketertiban dan kepastian hukum, pendekatan filosofis
dalam rangka menegakan cita keadilan, dan pendekatan sosiologis dalam rangka
mewujudkan cita manfaat bagi masyarakat. Pendekatan tersebut dilaksanakan
dengan mengindahkan norma-norma keagamaan serta menggali nilai-nilai
kemanusiaan, hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Kedua, membangun kepercayaan masyarakat terhadap hukum dengan
memberdayakan institusi penegakan hukum.
Ketiga, sumber daya manusia memiliki peran yang menentukan dalam
mengemban dan mengembangkan misi aparat penegak hukum, di samping sarana dan
prasarana. Untuk masud tersebut, kebijakan penegakan hukum hak cipa diarahkan
untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sehingga memiliki kemampuan
serta keterampilan yang meliputi:
a). Pengembangan profesionalisme
dibidang penguasaan pengetahuan teknis dan menajerial;
b). Meningkatkan integritas
kepribadiaan;
c). Memupuk siakp/kader disiplin
aparatur.
Keempat, membangun budaya masyarakat yang patuh dan taat hukum
sebagai iklim yang kondusif dalam penegakan hukum.
Untuk strategi penegakan hukum hak
cipta beberapa hal yang harus dilaksanakan adalah:
Pertama, penyidikan dan penuntutan tindak pidana hak cipta
diarahkan untuk mengungkap sumber kejahatan yang melibatkan pelaku-pelaku
produsen kejahatan hak cipta bukan sekedar pengedar atau pemakai. Stretegi ini
dimaksudkan untuk membangun dan memulihkan kepercayaan masyarakat domestik
maupun internasional bahwa pemerintah benar-benar serius memberikan
perlindungan hak cipta.
Kedua, meningkatkan pelaksanaan penerapan dan penegakan hukum
yang memberikan kepastian hukum dan keadilan kepada masyarakat pencari
keadilan. Strategi ini dimaksudkan agar proses penegakan hukum berlangsung
secara proposional dan profesional, sehingga aparat penegak hukum terhindar
dari kesalahan dalam proses penyidikan, penuntutan, putusan dan ekekusi.
Ketiga, menerapkan prinsip-prinsip akutabilitas dan transparansi
dalam penegakan hukum hak cipta. Strategi ini ditujukan sebagai bentuk
pertanggung jawaban kepada publik. Untuk itu agar diupayakan publikasi
penanganan perkara sejak dari penyidikan sampai dengan eksekusi secara terus
menerus sehingga masyarakat mengetahui dan mengikuti perkembangan penyelesaian
perkara tersebut secara benar. Dengan demikian diharapkan masyarakat dapat
menentukan posisi partisipasinya dalam pemberantasan dan penegakan kejahatan
hak cipta.
Keempat, mengembangkan sistem manajemen dan organisasi penegak
hukum yang mantap sebagai pengayom masyarakat. Strategi ini dimaksudkan agar
masyarakat dengan mudah dan jelas menyampaikan laporan atas kejahatan yang
ditemukan kepada aparat penegak hukum.
Kelima, mengembangkan keterpaduan dalam proses penegakan hukum
melalui penyelidikan/ penyidikan gabungan antara penyidik dan penuntut umum.
Strategi ini dimaksudkan untuk mempercepat proses penanganan perkara, mencegah
terjadinya bolak-balik perkara antara penuntut umum dengan penyidik.
Penutup
Dengan berdasarkan pada hasil
pembahasan pada bab sebelumnya, maka penelitian ini dapat menyimpulkan dua hal,
yakni; Pertama,pelanggaran hak cipta terjadi disebabkan adanya permasalahan
hukum hak cipta. Permasalahan tersebut mencakup pada permasalahan penyelesaian
pelanggaran baik secara keperdataan maupun pidana. Di samping itu, permasalahan
lainnya yang timbul dari pelanggaran hak cipta musik dan lagu yang dituangkan
dalam bentuk VCD/DVD disebabkan persoalan sosial ekonomi masyarakat (baca:
pelanggar). Kedua,untuk menyelesaikan
permasalahan pelanggaran hak cipta
musik dan lagu yang dituangkan dalam bentuk VCD/DVD ini biasanya ditempuh oleh
pemerintah dengan melakukan dua langkah, yakni; sosialisasi hukum hak cipta dan
melakukan penegakan hukum hak cipta. Sosialisasi ini dilaksanakan oleh beberapa
lembaga pemerintahan seperti Setda Biro Hukum, Desperindag, Kanwil Hukum dan
HAM dan instansi lainnya dengan menghadirkan nara sumber yang dianggap ahli di
dalam hukum hak cipta.
Penegakan hukum hak cipta merupakan
langkah berikutnya. Penegakan hukum yang dilakukan dengan mengambil tindakan
hukum represif.
Sumber